Ihsan Panas
Sebuah gerakan halus membuatku menatapnya, baru saja meluruskan tubuh yang miring. Selimut berupa sarung milik sang Ummi dilepaskan, geliat mungilnya beringsut perlahan, mulai dari tangan kemudian kakinya, dan hup. "Ma, idupin!" rengeknya sambil menjejakkan kaki di atas ranjang.
Kupencet saklar lampu kamar, baby boy berjalan mendekat. "Minum cucu, Ma?"
"Iya, Sayang──" sambil melarutkan sesaschet susu cokelat cair ke dalam gelas, "──taruh dalam botol yah?"
"Emoh!"
"Loh, sekalian bobo...," aku meliriknya yang sedang fokus pada acara televisi.
Langsung saja kumasukkan larutan tadi ke dalam wadah beserta dotnya, sambil mendekati sang guardian angel. Riuh pingkalnya membuat syaraf mukaku mendadak kendur karena rasa santai yang muncul akibat tawanya menjalar padaku.
"Mama ... itu cucu Ican. Iya?" celotehnya masih menyisakan tawa pada wajah cakep itu.
"Ayuk, diminum cakepnya Mom,"──badannya kok panas, buru-buru kuambil termometer digital dan mendekatinya──"Ihsan pakai ini dulu, ya?"
Kalian tahu ekspresinya, temans?
Raja kecilku dalam posisi bersandar ke tembok, dengan mata setengah terpejam kerut di keningnya seakan merasa terluka. He's a real 'lil drama king. Namun, saat melihat alat pengukur panas itu, spontan tubuhnya diangkat dan bergerak menjauhiku. "Emohh!"
"Pakai ini dulu, Sayang. Ga apa, kok. Ayuuk,"
"Emmoohh, Maa!" teriaknya di pojokan kamar sembari meringkuk takut.
Kuambil botol paracetamol rasa raspberry dan menuangkannya ke sendok, cairan itu berpindah masuk mulut menuju saluran pencernaannya, melewati tenggorokan. Uhuukkk! Baru sedetik, obat penurun panas tadi tercecer keluar. Alhamdulillah nggak sampai lewat hidung.
"Minum air dulu, ya!" Buru-buru kuberikan cangkir berisi mineral dan selembar tisu basah untuk mengelap mulut mungilnya.
"Akit, Ma," rengeknya, sambil memegang tenggorokan. Susu cokelat tadi kuambil dan mengembalikannya dalam gelas racikan, sementara botolnya aku tambahkan air hangat.
Sambil kugendong, botol tadi aku minumkan, berharap mampu meredakan perihnya. "Emoh, tuyun, tuyun!" Kemudian dia tiduran di atas lantai sambil mengangkat baju dan kaos dalamnya.
"Ihsan, badanmu panas, ayuk bubu sini," ajakku.
"Panas. Emoh!" Masih dalam posisi yang sama.
Ya Allah, ini anak mesti aku bujuk menggunakan cara apa, agar mau tidur di ranjang, batinku.
Ketika kulihat kemudian, ternyata dia sudah pulas dalam kondisi yang lucu. Terbesit niatan untuk mengabadikannya, namun tak elok jika memotret kala anak sedang tidur. Pamali, kata orang jawa.
Tanpa membuang masa, kubopong lelaki kecil yang makin berat tubuhnya. Di atas ranjang, bibirku menyentuh kening dan ubun-ubun itu, sehingga mengalir bait doa untuk kesembuhan si periang seperti hari-harinya. Cepat sembuh, Sayang.
Mei, 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar