Jumat, 19 Juni 2015

Kekasih dan Bintang

Kekasih dan Bintang

Sebentuk purnama terang bersinar
menularkan pada satu bintang muda dari redup berpijar
Sang kemukus terlihat pasi,
melihat sang kekasih menjadi saksi
Binar itu berubah temaram seolah kabut hitam
menelan hasrat hidupnya di ujung kelam

"Merpati tak ingkar janji
Lambang cinta nan setia
Selalu hingga ajal menyapa"

Namun, bintang itu terlupa, terlena
Tanpa sadar menyalahi amanat-Nya

Kekasih terluka, terpana, tak dinyana
Terlempar keluar nalar
Jarak membentang ciptakan benteng menjulang
Luka itu menganga
dan, kemudian tersiram air cuka
Perih, terasa pedih
Kekasih hanya melihat dari balik lirih

Sekali, dua, cukup sudah
takkan ada ketiga
Hati, terlanjur bernanah
lepaskan diri kembali awal semula

Pontang-panting, Kocar-kacir
bangkit dengan hati membanjir
Kekasih tinggal, lara 'kan terus menyapa
Kekasih pergi, demi kandungan selamat berjaya
Bintang terluka, terpuruk dalam duka hingga hayatnya..

Nowhere, 14 Februari 2014

https://m.facebook.com/messages/#!/groups/488655531196343?view=permalink&id=665264083535486&p=40&ref=bookmark

Celoteh Ihsan #1

Amuk... oh, Amuk

Sambil menikmati sore hari seperti biasa, aku dan ihsan menyantap makanan sambil menonton film kartun di beberapa channel di stasiun TV swasta.

"Kenapa beberapa channel?"

Jika ada yang bertanya demikian, silahkan anda melihat sendiri ketika waktu menunjukkan jam 3 sore, bahkan ada satu channel yang mulai menayangkan kartun jam 1.30 siang.

Ketika kami berdua sedang memakan masakanku, film animasi pun ditayangkan.

Terlihat dari matanya yang bercahaya, sambil mencomot nasi bergantian dengan lauk dari dalam mangkuk bayi miliknya.

Sesekali dia tersenyum riang, ketika duo kembar jagoannya beraksi laiknya detektif profesional sedang menyelidiki kasus hilangnya Rambo, Ayam Kate Atuk. Beberapa menit kemudian, iklan pun mulai terlihat.

"Mama.. Mama.. Amuk, amuk.. Mama." serunya sambil menunjuk tayangan di televisi.

Aku mengangguk, sambil tetap menyendok makanan ke dalam mulutku.

"Mama.... Amuk.. Tuh, Amuk.. Hiiiii." teriaknya lagi, iklannya masih berlangsung.

Dan sekali lagi aku mengangguk, kali ini sekilas melirik tayangan iklan tersebut.

"Ma... Mama.. Amuk!!!" Ihsan pun dengan tangan mungilnya yang berlepotan sayur.

Dengan kekuatan maksimalnya, memegang kedua pipi ini dan memaksaku untuk mengalihkan tatapan penuh khusyuk dari makanan ke arah televisi.

"Ma.. Tuh, Amuk. Agon. Acun. Hiiiii." ucapnya sambil mengeja per kata. Nyamuk. Baygon. Racun.

Rentetan kata yang terucap membuatku tersenyum. Kepolosan kata yang disebutkan tiap kali aku mengajarinya untuk menepuk sang serangga terbang penghisap dara tersebut. Menjauhinya dari obat nyamuk yang senantiasa menyala untuk mengamankan rumah dari mereka, dan kata racun ketika dia kupinta untuk menjauhi obat tersebut.

Kuletakkan piring, mendekap sambil mencium wangi kepalanya yang masih beraroma kemiri. Dalam hati aku bersyukur, sang malaikat kecil ini semakin hari semakin membuatku takjub dengan polah tingkahnya.

Nowhere, 30 januari 2014

pernah dipublish di grup KBM

Celoteh Ihsan #2

‪‎Edisi Pagi‬ dengan Televisi

"Ma... Ivi," ucapnya lima menit yang lalu. Kala Malaikat Kecilku, membuka kedua mata imutnya dari dunia mimpi.

"Assalamu'alaikum." balasku, sambil mengulurkan tangan kananku untuk dia jemput mencapai hidung bangirnya.

"Alam." jawabnya sambil mencoba bangun, kemudian menyambut uluran tanganku.

"Ivi, Ma!"

Tanpa menunggu lebih lama lagi, kucolokkan kabel televisi ke saklarnya, mengambil remote dan menekan angka 6 untuk tayangan kartun di pagi hari.

'Tolong, jangan bertanya, mengapa tidak memilih channel 11 saja. Di sana pun terdapat tayangan kartun?'

Serial Winnie dan Pooh pun berlangsung, ternyata baru saja dimulai. Baby Boy mulai bertingkah.

"Emot.. Emot!" sambil menunjuk remote televisi yang tergeletak di atas meja.

Aku menggeleng, praktis.

"Emot! Ma!!! Emot!" teriaknya, dan suaranya terlebih menggelegar kala hari masih pagi, sunyi seperti ini.

"Energen?"

"E'eh.." jawabnya, sambil manggut-manggut mirip burung pelatuk yang sedang beraksi mematuk pohon.

Sekali lagi aku beraksi, tapi, "Ma, endong! Gen! Ambing"

Kugendong bocah dengan berat 12,5 kg ini, menuju tempat di mana biasa aku meletakkan berbagai persediaan makanan. Dia meraih minuman sereal tersebut, memegang sebungkus sambil ketawa-ketiwi, "Gen."

"Ihsan turun ya?" pintaku sembari mencoba menurunkannya.

"Emoh, endong!"

"Itu.. Kartunnya mulai, duduk dulu ya." rayuku.

Dia beralih ke siaran kartun yang sedang berlangsung, duduk dengan tenang, membuatku segera mengolah Energen tadi. Baru saja airnya masuk ke dalam gelas, teriakannya kembali cetar membahana, "EMOT, Ma!"

Nowhere, Februari 2014

Pernah dipublish di grup KBM

Kamis, 18 Juni 2015

Celoteh Ihsan #5

Ihsan Panas

Sebuah gerakan halus membuatku menatapnya, baru saja meluruskan tubuh yang miring. Selimut berupa sarung milik sang Ummi dilepaskan, geliat mungilnya beringsut perlahan, mulai dari tangan kemudian kakinya, dan hup. "Ma, idupin!" rengeknya sambil menjejakkan kaki di atas ranjang.

Kupencet saklar lampu kamar, baby boy berjalan mendekat. "Minum cucu, Ma?"

"Iya, Sayang──" sambil melarutkan sesaschet susu cokelat cair ke dalam gelas, "──taruh dalam botol yah?"

"Emoh!"

"Loh, sekalian bobo...," aku meliriknya yang sedang fokus pada acara televisi.

Langsung saja kumasukkan larutan tadi ke dalam wadah beserta dotnya, sambil mendekati sang guardian angel. Riuh pingkalnya membuat syaraf mukaku mendadak kendur karena rasa santai yang muncul akibat tawanya menjalar padaku.

"Mama ... itu cucu Ican. Iya?" celotehnya masih menyisakan tawa pada wajah cakep itu.

"Ayuk, diminum cakepnya Mom,"──badannya kok panas, buru-buru kuambil termometer digital dan mendekatinya──"Ihsan pakai ini dulu, ya?"

Kalian tahu ekspresinya, temans?

Raja kecilku dalam posisi bersandar ke tembok, dengan mata setengah terpejam kerut di keningnya seakan merasa terluka. He's a real 'lil drama king. Namun, saat melihat alat pengukur panas itu, spontan tubuhnya diangkat dan bergerak menjauhiku. "Emohh!"

"Pakai ini dulu, Sayang. Ga apa, kok. Ayuuk,"

"Emmoohh, Maa!" teriaknya di pojokan kamar sembari meringkuk takut.

Kuambil botol paracetamol rasa raspberry dan menuangkannya ke sendok, cairan itu berpindah masuk mulut menuju saluran pencernaannya, melewati tenggorokan. Uhuukkk! Baru sedetik, obat penurun panas tadi tercecer keluar. Alhamdulillah nggak sampai lewat hidung.

"Minum air dulu, ya!" Buru-buru kuberikan cangkir berisi mineral dan selembar tisu basah untuk mengelap mulut mungilnya.

"Akit, Ma," rengeknya, sambil memegang tenggorokan. Susu cokelat tadi kuambil dan mengembalikannya dalam gelas racikan, sementara botolnya aku tambahkan air hangat.

Sambil kugendong, botol tadi aku minumkan, berharap mampu meredakan perihnya. "Emoh, tuyun, tuyun!" Kemudian dia tiduran di atas lantai sambil mengangkat baju dan kaos dalamnya.

"Ihsan, badanmu panas, ayuk bubu sini," ajakku.

"Panas. Emoh!" Masih dalam posisi yang sama.

Ya Allah, ini anak mesti aku bujuk menggunakan cara apa, agar mau tidur di ranjang, batinku.

Ketika kulihat kemudian, ternyata dia sudah pulas dalam kondisi yang lucu. Terbesit niatan untuk mengabadikannya, namun tak elok jika memotret kala anak sedang tidur. Pamali, kata orang jawa.

Tanpa membuang masa, kubopong lelaki kecil yang makin berat tubuhnya. Di atas ranjang, bibirku menyentuh kening dan ubun-ubun itu, sehingga mengalir bait doa untuk kesembuhan si periang seperti hari-harinya. Cepat sembuh, Sayang.

Mei, 2014

Celoteh Ihsan #6

Ihsan dan Afghan

Hari mulai sepenggalah ketika guardian angelku memainkan salah satu gadget, sambil memencet tombol itu, tak lama terdengar alunan dari penyanyi muda dan ganteng.

....

Jika aku, bukan jalanmu kuberhenti mengharapkanmu
Jika aku, memang tercipta untukmu
Kukan memilikimu

...

Sontak aku menoleh ke arahnya. Apa ga salah lagu yanh dipilih Ihsan? Bukannya dia sangat suka lagu Tu Meri sambil joget-joget ala Vin Rana.

"Mom-Mom, besok Ihsan ke sini yah? Boleh la, boleh la," ujarnya dengan logat Upin-Ipin sembari menunjuk image background Afghan.

Mendadak kepalaku pening. Dari mana juga nemuin foto background lagu terus mikir ke arah sana?

"Apa itu, Ihsan?" aku mencari tau pemikirannya.

"Itu... emm, tempat. Jauuhh. Bagus. Boleh ya ke sana sama Mom?"

"Iya, insya allah."

"Yeay!" Girang sekali baby boy yang sudah menjadi guardian angel kecil ini.

Tak lama berselang, celotehnya menirukan lirik lagu tersebut. Membuatku menggeleng sambil mendekati handphone seakan mau mematikannya. Ihsan terdiam sambil memegangnya, khawatir kuambil. Namun, bukan Ihsan jika tidak usil. Kembali suaranya mengikuti suara Afghan.

Siang itu, satu pelajaran yang dapat kuambil. Jika punya lagu, mending bikinin lagu khusus anak seusianya atau kegemarannya---asal tidak kelewatan liriknya, kemudian si gadget WAJIB dikunci. Jika dia ingin mendengarkan lagunya, jangan sekalipun memberikan kebebasan untuk membuka sendiri handphone/gadget tersebut.

Sidoarjo, 17062015

Marhaban Ya Ramadhan

Alhamdulillah, saat ini kita telah memasuki waktu yang sangat dinanti umat muslim di seluruh dunia. Satu bulan termulia di setiap tahunnya, di mana tiap harinya penuh barokah.

Hari-hari saat neraka ditutup dan pintu syurga terbuka lebar, ketika syaitan dibelenggu tidak hanya waktu adzan saja dan mereka tak mampu meloloskan diri, serta waktu ampunan diberikan bagi hamba-hamba yang diselimuti "khilaf dan alpa" pun saat terjadi turunnya rahmat berupa hidayah kepada hamba yang "terpilih"---tak perduli apa latar belakangnya.

Belum lagi satu masa ketika turunnya malam lailatul qadar--malam seribu bulan, yaitu satu malam seribu bulan, seperti surah Al-Qadr.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadr: 1-5).

Maka dari itu, mari kita mulai berbenah diri menyambut bulan penuh kemuliaan ini, berbaik-baikan kepada seseorang yang telah kita jauhi, bersilaturahim dan meminta maaf terutama kepada orang tua, tak lupa saudara dan kerabat serta sahabat.

Dari hati, kami ucapkan Marhaban Yaa Ramadhan, selamat menunaikan ibadah puasa, semoga kita menjadi hamba-Nya yang mukmin setelah kita "menang" di hari nan suci nanti. Amiinn... Amiinn... Amiinn... Yaa rabbal 'alamin.

Celoteh Ihsan #7

Ihsan Mau Puasa?

Marhaban Ya Ramadhan. Betapa senangnya bagi umat muslim, karena di bulan ini semua amalan pahalanya berlipat ganda.

Nah, bicara tentang puasa. Baby boy yang merasa sudah besar, ingin ikutan puasa juga ceritanya, bunda. Mau tau gimana Ihsan berceloteh tentang puasa?

Ihsan : "Mom, kenapa di tipi ada banyak puasa?"

Saya : "Tivi gimana maksud Ihsan?"

Ihsan : "Bental. Sebental. Nanti lak ada, puasanya di tipi!" (Sambil fokus mengarah ke layar flat 21' di depannya)

Tak berapa lama berselang, muncul iklan produk minuman bertemakan puasa.

Ihsan : "Itu... itu, Mom! Loh, puasa...." (bangga sekali dia menunjukkan iklan tersebut, hehehe)

Saya : "Ihsan tau, puasa itu apa?"

Ihsan : (dengan gaya khas anak kecil sedang berfikir) Entah. Gak tau!"

Saya : "Trus, kenapa Ihsan suka liat iklan puasa?"

Ihsan : "Ihsan mau. Boleh la... boleh la..." (meniru gaya di salah satu scene Upin-Ipin, yakni mengatupkan kedua tapak tangannya dan mata disayukan)

Saya : "Lah, Ihsan aja gak tau apa puasa itu."

Ihsan : "Puasa itu... apa, Mom?"

Saya : "Puasa itu, hmmmm... semua umat muslim, gak boleh makan dan minum dari subuh sampai maghrib."

Ihsan : "Ihsan kan anak muslim, ya? Abi sama Ummi juga?"

Saya : "Iya. Abi, Ummi, Mom, Atuk semua puasa. Gak makan sama Gak minum dulu. Nanti waktu buka puasa, boleh makan sama minum lagi."

Ihsan : "Ihsan? Ihsan gak puasa?"

Saya : "Ihsan kan masih kecil, belum kuat puasa."

Ihsan : "Ihsan kan sudah besal. Udah mau sekolah ngunu. Ihsan mau puasa!" (Di sini emaknya girang 😁)

Saya : "Mau belajar puasa?"

Ihsan : (kembali berfikir)

Saya : "Ihsan enggak boleh makan sama minum loh ya. Nanti makannya pas sahur, waktu buka baru boleh makan sama minum."

Ihsan : "Enggak boleh makan? (Aku menggeleng) Minum juga enggak boleh? (Kembali kunggelengkan lagi). Besok aja ya. Ihsan sekalang mau minum dulu. Haus. Ayo Mom, ambilin teh di kulkas."

Saya : (sambil melangkah menuju lemari es) "Ihsan beneran mau belajar puasa?"

Ihsan : "He-eh. Benelan."

Saya : "Serius?"

Ihsan : "Iya, Mom. Mom... Mom. Tapi bental aja puasanya. Nanti Ihsan haus. Mom, Ihsan mau pelmen juga."
(Kemudian, dia berlari mendekati kakeknya) "Bi, mau pelmen?"

Abi dan Saya : "Abi puasa, Ihsan."

Ihsan : "Ini loh, pelmen." (Setengah memaksa)

Abi : "Buat Ihsan aja, habisin sendiri."

Ihsan : "Emoh, nanti giginya Ihsan lusak."

Saya : "Barusan aja diajarin puasa. Hayo?"

Ihsan : "Emmm... lupa." (Gayanya dengan kedua tapak tangannya dientakkan ke samping sisi masing-masingnya)

Saya : "Berarti besok Ihsan gak jadi puasa dong?"

Ihsan : "Puasa... iya-iya. Abi, Umi, Atuk, Mom sekalang puasa, ya? (Aku mengangguk) Besok Ihsan puasa juga."

Sidoarjo, 18062015