Amuk... oh, Amuk
Sambil menikmati sore hari seperti biasa, aku dan ihsan menyantap makanan sambil menonton film kartun di beberapa channel di stasiun TV swasta.
"Kenapa beberapa channel?"
Jika ada yang bertanya demikian, silahkan anda melihat sendiri ketika waktu menunjukkan jam 3 sore, bahkan ada satu channel yang mulai menayangkan kartun jam 1.30 siang.
Ketika kami berdua sedang memakan masakanku, film animasi pun ditayangkan.
Terlihat dari matanya yang bercahaya, sambil mencomot nasi bergantian dengan lauk dari dalam mangkuk bayi miliknya.
Sesekali dia tersenyum riang, ketika duo kembar jagoannya beraksi laiknya detektif profesional sedang menyelidiki kasus hilangnya Rambo, Ayam Kate Atuk. Beberapa menit kemudian, iklan pun mulai terlihat.
"Mama.. Mama.. Amuk, amuk.. Mama." serunya sambil menunjuk tayangan di televisi.
Aku mengangguk, sambil tetap menyendok makanan ke dalam mulutku.
"Mama.... Amuk.. Tuh, Amuk.. Hiiiii." teriaknya lagi, iklannya masih berlangsung.
Dan sekali lagi aku mengangguk, kali ini sekilas melirik tayangan iklan tersebut.
"Ma... Mama.. Amuk!!!" Ihsan pun dengan tangan mungilnya yang berlepotan sayur.
Dengan kekuatan maksimalnya, memegang kedua pipi ini dan memaksaku untuk mengalihkan tatapan penuh khusyuk dari makanan ke arah televisi.
"Ma.. Tuh, Amuk. Agon. Acun. Hiiiii." ucapnya sambil mengeja per kata. Nyamuk. Baygon. Racun.
Rentetan kata yang terucap membuatku tersenyum. Kepolosan kata yang disebutkan tiap kali aku mengajarinya untuk menepuk sang serangga terbang penghisap dara tersebut. Menjauhinya dari obat nyamuk yang senantiasa menyala untuk mengamankan rumah dari mereka, dan kata racun ketika dia kupinta untuk menjauhi obat tersebut.
Kuletakkan piring, mendekap sambil mencium wangi kepalanya yang masih beraroma kemiri. Dalam hati aku bersyukur, sang malaikat kecil ini semakin hari semakin membuatku takjub dengan polah tingkahnya.
Nowhere, 30 januari 2014
pernah dipublish di grup KBM